Mahasiswa Dan Akal Sehat Sudah Kembali, Selamat Datang… Negeri Ini Sudah Sangat Merindukan Kalian!

Mesti Baca

Jakarta – Pada satu titik, publik akan sampai pada satu kesadaran bahwa kekuasaan yang terlalu jauh melenceng dari keadilan bukanlah kekuasaan yang layak dan pantas untuk didukung.

Tidak berbeda dengan suara-suara mahasiswa yang dalam beberapa tahun belakangan kerapkali diabaikan, kini mulai dipahami oleh publik secara jelas, dan kemudian mendapatkan banyak dukungan.

Apa yang dilakukan mahasiswa dalam kurun beberapa waktu belakangan, adalah upaya menyatukan apa yang disebut oleh Blaise Pascal di atas “keadilan dan kekuasaan”.

Toh, dalam kacamata zaman semodern hari ini, kekuasaan yang tidak adil sudah semestinya dipertanyakan.

Jika kekuasaan tak merespons pertanyaan dan kritisisme tersebut dengan baik, maka sudah selayaknya digugat dan bahkan didobrak, lalu didorong kembali agar kekuasaan dan keadilan bisa berjalan beriringan.

Pada konteks inilah gerakan mahasiswa harus dilihat dan dipahami. Mereka telah berjuang sekuat tenaga selama ini untuk mendorong kekuasaan kembali kepada aras keadilan, tapi selama itu pula mereka dipojokkan dan dinyinyiri, bahkan diakali oleh senior-senior mereka di berbagai institusi negara yang notabene adalah mantan mahasiswa juga.

“We didn’t invent resistance, we didn’t discover injustice. The only thing that is different about this movement is our ability to story tell it and use the power of storytelling as actual power.” ucap DeRay Mckesson, aktifis Black Lives Matter, beberapa tahun lalu.

Penarasian kekuasaan oleh mahasiswa beberapa tahun belakangan, memang kalah oleh cerita-cerita “entertaining” para influencer dan buzzer peliharaan para penopang kekuasaan.

Namun, pertarungan narasi tidak pernah berakhir sampai kapan pun. Perkelahian makna dan interpretasi adalah perkelahian yang harus kita jabani hingga akhir jaman. Kawan-kawan mahasiswa tentu sangat menyadari hal itu.

Jika tahun lalu, atau dua tahun lalu, atau empat dan lima tahun lalu narasi mahasiswa tentang pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pembegalan konstitusi, dinasti politik, dan sejenisnya tidak mendapatkan ruang gema besar, tentu tak selamanya akan seperti itu.

Saya meyakini sedari semula bahwa mahasiswa pasti akan mendapatkan momennya pada satu waktu.

Karena akumulasi kekecewaan demi kekecewaan terus terjadi, sehingga narasi-narasi mahasiswa yang dilemparkan ke ruang publik semakin terbukti validitasnya.

Nyatanya, kekuasaan di negeri ini memang semakin menipulatif, semakin “suka-suka”, dan semakin menjauh dari elan keadilan dan nilai-nilai demokrasi.

Seperti kata DeRay McKesson di atas, penarasian kali ini, tepatnya setelah sebagian besar anggota DPR mengambil langkah reaktif, bahkan offside, menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dengan memutuskan untuk merevisi UU Pilkada sembari mengambil patokan kembali kepada putusan Mahkamah Agung yang tak kalah kontroversinya beberapa waktu lalu, akhirnya berhasil memperlihatkan besarnya ambisi kekuasaan untuk bercerai dengan “keadilan” dan akal sehat politik itu sendiri.

Lambang Garuda berlatar birupun pecah di lini media sosial. Tanda bahaya menyala, sebuah pertanda yang tak perlu lagi banyak diceritakan atau dijelaskan memakai terlalu banyak kata-kata.

Karena akumulasi kekecewaan selama ini berbicara dengan sendirinya di dalam hati dan pikiran para mahasiswa dan anak muda yang sesungguhnya adalah pemilik masa depan negeri ini.

Story telling dan penarasian sederhana kali ini “magnitudonya” ternyata sangat gigantis, sampai-sampai para influencer dan buzzer besutan kekuasaan kehilangan “teori-teori semu” tentang keadilan dan demokrasi yang sering mereka semburkan selama ini di lini media sosial.

Kekuasaan yang semestinya diaplikasikan secara adil untuk kemaslahatan ratusan juta rakyat Indonesia sudah tercerai dengan keadilan dan akal sehat kini menjadi narasi yang tidak lagi imaginer dan mengada-ada seperti tuduhan para pembela kuasa selama ini, karena faktanya sudah nyata hadir secara telanjang di hadapan mata satu bangsa.

Tak ada lagi keadilan, jika kekuasaan yang dititipkan oleh ratusan juta pemilih ternyata hanya diabdikan untuk kepentingan dan kebahagiaan satu keluarga semata. Sama sekali tak ada keadilan lagi di sana.

Karena itulah permintaan mahasiswa dan anak muda untuk menyatukan kembali antara kekuasaan dan keadilan serta akal sehat mendadak menjadi sangat kuat magnitudonya.

Para anggota DPR yang semula masih berusaha untuk mencoba menelikung putusan MK akhirnya tak mampu lagi melanjutkan niat awalnya. Mereka pun melempem.

Upaya DPR sehari sebelumnya, jelas-jelas merupakan upaya manipulasi kekuasaan DPR untuk menceraikan kekuasaan dari keadilan dan akal sehat, yang akhirnya mendelegitimasi kepentingan orang banyak.

Jauh di dalam hati kecil kawan-kawan legislator di Senayan, saya yakin, masih terbersit keinginan untuk memperjuangan suara rakyat, bukan untuk memperjuangkan kepentingan segelintir elite, bahkan satu keluarga, yang kian hari ternyata kian dibutakan oleh kekuasaan dan ketidakadilan, tanpa harus mereka akui secara terbuka.

Dalam hemat saya, faktor “hati kecil” ini juga berperan dalam membuat sebagian anggota DPR mengurungkan niatnya untuk merevisi UU Pilkada.

Selain kepada MK (dengan kepemimpinan dan spirit baru tentunya) dan mahasiswa, kredit poin juga perlu diberikan kepada sikap ciamik Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelum mahasiswa turun ke jalan.

Ternyata pergantian Ketua KPU akhirnya mampu membayar citranya yang sudah terlanjur negatif selama ini. Pernyataan sikap KPU, tak lama berselang setelah putusan MK diumumkan hari Selasa, 20 Agustus 2024, memperjelas arah gerakan mahasiswa.

Sikap KPU yang menyatakan akan patuh putusan MK dan akan segera menyesuaikannya dengan aturan-aturan teknis KPU untuk menyongsong Pilkada serentak menjadi awal mula harapan baru bagi penguatan kembali elan demokrasi di negeri ini, setelah bertubi-tubi tertimpa gempa tektonik politik di satu sisi dan goncangan konstitusional di sisi lain.

Sebagaimana saya sebutkan di atas, pada satu titik, satu per satu pihak akan menyadari kapan kekuasaan secara jelas terdeviasi dari keadilan dan demokrasi.

Dan titik itu akhirnya juga ditemui oleh MK dan KPU, sehingga membuat narasi dan teori semu yang ditawarkan kekuasaan beserta dengan buzzer-buzzer-nya selama ini pelan-pelan tergoyahkan.

Bahkan aksi penyelamatan yang dilakukan oleh sebagian besar anggota DPR, tak mampu lagi menandingi narasi simbolis Garuda berlatar biru yang trending nyaris di semua lini media sosial di satu sisi dan tak mampu lagi menahan benturan rasa kekecewaan kawan-kawan mahasiswa yang telah menumpuk begitu banyak di sisi lain, alih-alih mendikte MK dan KPU.

“The greater the power, the more dangerous the abuse”, kata Edmund Burke.

Dan saya meyakini kata-kata ini. Pun saya sangat meyakini kawan-kawan mahasiwa, KPU, dan MK, juga meyakini hal sama. Karena itulah akhirnya proses menuju ke sana harus dihentikan.

Proses menuju kekuasaan yang monolitis dan monoton harus dihentikan, karena akan digunakan untuk kepentingan yang tidak terkait dengan keadilan dan tidak terkoneksi dengan kepentingan orang banyak alias rakyat.

Pelemahan KPK, politik dinasti, pembegalan konstitusi, serta pelemahan institusi-institusi demokrasi, semuanya akan bermuara kepada “the greater the power”, dan berujung kepada “the abuse of power”.

Karena itu, harus keras dan konsisten diingatkan, lalu dihentikan. Dan dalam konteks inilah kita harus memaknai pergerakan mahasiswa semalam.

Semoga konsistensi membela demokrasi dan keberanian melawan kekuasaan yang melenceng dari keadilan seperti hari ini terus bertahan dan bertambah di dalam diri kita sebagai anak bangsa.

Dengan demikian, “teori-teori palsu dan busuk” yang dititipkan penguasa “jahat” kepada para pendengung dan politisi manipulatif bisa dikikis dan dimusnahkan di ruang publik kita.

Selamat datang kembali mahasiswa dan akal sehat. Indonesia; negeri yang kita cintai ini, sudah sangat merindukan kalian!

***Sumber Kompas.com “Selamat Datang Kembali Mahasiswa dan Akal Sehat”.

Block title

- Advertisement - spot_img

Leave a Reply

- Advertisement - spot_img

Berita Baru

Discover more from WASPADANEWS.TV

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading