Bukittinggi Ternyata Pernah Menjadi Ibu Kota Indonesia

Mesti Baca

Bukittinggi – Bukittinggi merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat. Dahulu kota yang identik dengan jam gadang itu ternyata pernah menjadi Ibu Kota Indonesia.

Dikutip dari situs web Kemendikbudristek, Kota Bukittinggi atau disebut Fort de Kock dijadikan sebagai ibu kota residensi Padangsche Bovenlanden (Padang Dataran Tinggi). Semasa pendudukannya, Belanda meninggalkan berbagai bangunan bersejarah.

Kota Bukittinggi ini dikenal sejak kedatangan Belanda ke Sumatera Barat. Lantas, bagaimana sejarah Kota Bukittinggi? Berikut ini ulasang lengkapnya!!!

Asal-usul Kota Bukittinggi

Asal-usul Kota Bukittinggi berawal sejak kedatangan Belanda ke Sumatera Barat. Dikutip dari situs web Kemendikbudristek, Kota Bukittinggi dikuasai oleh Belanda sejak tahun 1837 setelah mengalah kaum Padri.

Kota Bukittinggi atau disebut Fort de Kock dijadikan sebagai ibu kota residensi Padangsche Bovenlanden (Padang Dataran Tinggi). Kota Bukittinggi juga menjadi tempat peristirahatan para opsir dengan wilayah jajahan bagian timur.

Semasa pendudukannya, Belanda membangun Benteng Fort De Kock. Benteng Fort De Kock digunakan sebagai kubu pertahanan Belanda dari serangan Pasukan Imam Bonjol pada tahun 1825.

Fakta Kota Bukittinggi

Salah satu fakta sekaligus sejarah Kota Bukittinggi yang wajib detikers ketahui adalah Ibu Kota Indonesia yang pernah dialihkan ke Kota Bukittinggi pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Berdasarkan situs web Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat, adanya PDRI berawal ketika Belanda menyerang Ibu Kota Indonesia, Yogyakarta. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda menyerang tiga kota sekaligus, yakni Yogyakarta, Bukittinggi, dan Lubuk Linggau.

Kabinet di Yogyakarta pun memutuskan untuk menyerahkan mandat kepada tokoh di luar Pulau Jawa untuk memimpin pemerintahan darurat, salah satunya Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi. Kabar tersebut mendorong Syafruddin dan para pemimpin di Bukittinggi untuk melakukan sesuatu demi mempertahankan Indonesia.

Mereka melaksanakan serangkaian rapat sebagai pemerintah darurat. Salah satunya, para pimpinan sipil dan militer melaksanakan rapat darurat terkait penyusunan kembali pemerintahan sipil Indonesia di Sumatera pada tanggal 21 Desember 1948.

Dua hal penting dalam rapat tersebut adalah pembekuan sementara provinsi-provinsi di Sumatera dan pengutusan tiga gubernur di Sumatera sebagai koordinator setiap DPD dan mengumumkan pendirian PDRI ke kota lain.

Geografi Kota Bukittinggi

Dilansir data BPS, Kota Bukittinggi secara geografis terletak di antara 100°20′-100°25′ Bujur Timur dan 00°16′-00°20′ Lintang Selatan. Kota ini terletak pada ketinggian sekitar 780-950 meter di atas permukaan laut.

Berdasarkan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kota Bukittinggi tahun 2019, posisi Kota Bukittinggi berada pada rangkaian Bukit Barisan. Kota Bukittinggi dikelilingi tiga gunung berapi, yaitu Gunung Marapi, Gunung Sago, dan Gunung Singgalang.

Ciri Khas Kota Bukittinggi

Kota Bukittinggi mempunyai julukan sebagai Paris van Sumatera. Salah satu ciri khas Kota Bukittinggi adalah objek wisata Jam Gadang. Jam Gadang merupakan menara jam setinggi 26 meter. Jam Gadang populer dengan keunikannya, yakni angka empat romawi pada jam yang ditulis IIII bukan IV.

Merujuk dari Portal Resmi Provinsi Sumatera Barat, arsitek Jam Gadang adalah Yazid Rajo Mangkuto Sutan Gigi Ameh yang berasal dari Minangkabau. Jam Gadang rampung pada tahun 1926 dengan dana senilai 3 ribu Gulden. Menara tersebut merupakan hadiah dari Ratu Wilhelmina kepada H. R. Rookmakeer, sekretaris Kota Bukittinggi kala itu.

Demikianlah sejarah Kota Bukittinggi, semoga bermanfaat.

***Artikel telah tayang di detiksumut “Kota Bukittinggi yang Pernah Jadi Ibu Kota Indonesia Masa PDRI”.

Kunjungi Channel YouTube Waspada News Tv & mantan Wartawan Untuk Berita Menarik Lainnya.

Block title

- Advertisement - spot_img

Leave a Reply

- Advertisement - spot_img

Berita Baru

Discover more from WASPADANEWS.TV

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading