WASPADANEWS.TV – Konsep pelebaran waktu di ruang angkasa merupakan sebuah realitas mencengangkan dari teori relativitas Albert Einstein.
Teori yang diungkapkan oleh fisikawan teoretis kelahiran Jerman ini berpendapat, waktu yang diketahui bukanlah suatu konstanta, tetapi variabel yang dapat dipengaruhi oleh kecepatan dan gravitasi.
Implikasi dari teori relativitas telah dikonfirmasi melalui berbagai eksperimen. Bagi para astronot, teori ini menandakan mereka mengalami waktu yang berbeda dengan manusia di Bumi.
Oleh karena itu, para astronot yang mengorbit Bumi di luar angkasa akan mengalami fenomena penuaan lebih lambat.
Waktu di luar angkasa sedikit berbeda dengan Bumi
Dilansir dari Times of India, Rabu (20/3/2024), pelebaran waktu gravitasi (gravitational time dilation) adalah konsep yang dituangkan dalam teori relativitas umum Einstein.
Konsep ini menggambarkan bagaimana kehadiran massa membengkokkan struktur ruang dan waktu, menyebabkan waktu berlalu dengan kecepatan berbeda tergantung pada kekuatan medan gravitasi.
Di luar angkasa, yang jauh dari Bumi, tarikan gravitasinya lebih lemah, sedangkan waktu bergerak sedikit lebih cepat.
Meski dampaknya sangat kecil, hal ini berimbas pada astronot yang mengalami waktu dengan kecepatan sedikit berbeda dibanding mereka yang ada di permukaan Bumi.
Di sisi lain, pelebaran waktu atau dilatasi waktu (time dilation) menjadi konsekuensi dari adanya teori Einstein, teori relativitas khusus.
Konsep tersebut menjelaskan, ketika suatu benda bergerak lebih cepat, waktu yang dibutuhkan benda tersebut akan melambat dibandingkan pengamat yang diam.
Astronot yang melakukan perjalanan dengan kecepatan tinggi untuk mengelilingi Bumi mengalami pelebaran waktu seperti ini.
Imbasnya, dibandingkan manusia di Bumi, penuaan yang dialami para astronot di luar angkasa sana sedikit lebih lambat.
Paradoks kembar
Dikutip dari Business Insider, Senin (2/1/2023), contoh klasik untuk menggambarkan kondisi ini adalah skenario atau paradoks kembar.
Salah satu kembaran meluncur dengan pesawat ruang angkasa yang melaju mendekati kecepatan cahaya, sedangkan kembarannya tetap di Bumi.
Ketika si kembar penjelajah luar angkasa kembali ke Bumi, usianya baru beberapa tahun lebih tua dari pertama kali meluncur.
Namun, dia terkejut saat mengetahui bahwa usia saudara kembarnya yang tinggal di Bumi telah bertambah lebih dari satu dekade.
Fenomena paradoks kembar menggambarkan efek menakjubkan dari dilatasi waktu, di mana waktu terasa berjalan lebih lambat pada benda yang bergerak cepat dibandingkan benda yang diam.
Implikasi di kehidupan nyata para astronot
Bagi para astronot di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), efek pelebaran waktu merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, meski dalam skala yang sangat kecil.
Menurut Badan Antariksa Eropa (ESA), setelah menghabiskan berbulan-bulan mengelilingi Bumi, usia mereka lebih muda atau kurang dari 0,005 detik dibandingkan manusia di Bumi.
Meski sangat kecil, perbedaan ini cukup signifikan karena memberikan bukti nyata mengenai efek relativistik yang diprediksi Einstein.
Saat manusia berupaya mengeksplorasi ruang angkasa lebih dalam, efek pelebaran atau dilatasi waktu akan menjadi semakin relevan.
Misi ke planet jauh atau bahkan sistem bintang lain pun akan mengharuskan manusia mempertimbangkan dampak relativistik terhadap waktu dan penuaan.
Prospek kembalinya astronot ke Bumi dalam usia yang jauh lebih muda dibandingkan rekan-rekan mereka yang tetap tinggal di Bumi, bukan lagi fiksi ilmiah.
Melainkan sebuah kemungkinan masa depan yang harus direncanakan dalam perjalanan ruang angkasa jangka panjang.
***Artikel telah tayang di Kompas.com dengan judul “Astronot di Luar Angkasa Menua Lebih Lambat Dibanding Manusia di Bumi, Apa Sebabnya?”.
Kunjungi Channel YouTube Waspada News Tv & mantan Wartawan Untuk Berita Menarik Lainnya.