Medan – Pajak ikan lama merupakan pasar tekstil yang terkenal di areal Kesawan, Kota Medan. Pasar ini berlokasi di dekat Lapangan Merdeka yang merupakan pusat Kota Medan sehingga sangat mudah untuk dijangkau.
Pajak ikan lama didominasi oleh para pedagang tekstil yang menjual berbagai jenis kain, mulai dari bahan baku hingga pakaian siap jadi. Tidak hanya dikunjungi oleh masyarakat Kota Medan saja, pajak ikan lama juga menarik perhatian para pendatang dari Aceh, Padang, dan juga Riau.
Struktur toko di pajak ikan lama terbagi atas dua yaitu ada yang di pinggir jalan dan ada juga yang berada di lorong-lorong. Saat mencoba masuk ke dalam pasar, ternyata ada banyak sekali toko tekstil dan baju di lorong yang cukup kecil tersebut.
Menurut sejarah, pajak ikan lama dibangun oleh pengusaha sukses Tjong A Fie semasa zaman kolonial Belanda masih menduduki nusantara. Pasar ini menjadi wadah para penjual ikan, daging, dan sayuran dalam menjajakan dagangannya.
Rina, seorang pedagang nasi yang dahulu pernah bekerja bersama penjual ikan di pajak ikan lama menjelaskan sejak awal dibangun pajak ikan lama merupakan pasar yang menjual ikan dalam jumlah yang banyak.
“Awalnya dulu di sini memang pusat penjualan ikan, sampai pakai tong dan fiber pun dulu itu saking banyaknya. Jenisnya pun banyak ada yang ikan basah dan ada ikan kering juga seperti ikan teri dan ikan asin,” jelas Rina.
Pedagang lainnya, Dipo, yang merupakan generasi ketiga pemilik toko kain di Pajak Ikan Lama sejak tahun 1950-an juga bercerita dulunya Pajak Ikan Lama adalah pusat penjualan ikan yang telah beroperasi dari zaman kolonial Belanda.
“Dulu sewaktu zaman kolonial Belanda ini memang pusat penjualan ikan, semua jenis ikan di sinilah kumpulnya. Tapi setelah selesai agresi militer dan Belanda kembali ke negaranya pasar ini berubah jadi pusat tekstil dan pasar ikannya dipindahkan ke Pasar Hindu,” ucap Dipo
Iia juga menjelaskan penyebab berubahnya fungsi pajak ikan tersebut menjadi pusat tekstil. Hal tersebut dikarenakan saat itu mayoritas pendatang yang berasal dari Singapura dan India merupakan pedagang tekstil. Ia juga mengatakan di wilayah itu dulunya banyak tukang jahit sehingga semakin mendorong maraknya usaha tekstil di pajak ikan lama.
“Karena dulunya setelah orang-orang Belanda itu pergi, banyak pendatang yang datang ke sini itu orang Singapura, India, dan Arab mereka itu kan dagangnya tekstil. Terus awalnya di sini itu banyak tukang jahit sehingga banyaklah jual tekstil di sini, pelan-pelan tergeser ikan-ikan itu,” terang Dipo.
Kepala Program Studi (Kaprodi) Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Sumatera Utara (USU) Irfan Simatupang mengatakan pajak ikan lama tersebut dulunya menjadi pusat perdagangan Kota Medan.
“Pajak ikan lama dulu merupakan pusat kota Medan, dan pinggiran sungai belakang itu dulu merupakan pelabuhan, makanya jadi pajak ikan. Itu menjadi tempat bertemunya orang dari hilir dan dari hulu. Disebut pajak ikan lama karena menjadi tempat menjual ikan dari lautan,” jelas Irfan.
“Pelabuhannya itu kalau sekarang kira-kira di sungai di samping Kantor Walikota Medan itu titik hulunya. Sehingga banyak itu orang Tionghoa bermukim di situ karena basic nya mereka kan pedagang seperti Tjong A Fie contohnya. Para pendatang dari India dan Arab juga berinteraksinya di sana,” imbuhnya.
Irfan juga menjelaskan tentang penyebab pindahnya para pedagang ikan yang kemudian digantikan oleh pedagang tekstil. Bisnis kain, kata Irfan, lebih dapat bertahan lama.
“Pada mulanya ada orang berjualan ikan kemudian datang lagi orang berjualan yang lain. Dari segi perdagangan bisnis yang paling bisa dipertahankan itu ya kain karena dia tidak busuk, bisa disimpan lama, sehingga dia bertahan disana. Perkembangan Medan selanjutnya barulah itu buka pasar tradisional seperti Sukaramai, Simpang Limun, Marelan, dan sebagainya,” pungkasnya.
***(dtc/wnt/tsb)
Kunjungi Channel YouTube Waspada News Tv Untuk Berita Menarik Lainnya.