MEDAN, Waspada News TV – Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Edy Rahmayadi disebut “menepuk air di dulang” lantaran mengungkap kekesalan atas penilaian buruk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kritik dengan penempatan pepatah lama itu datang dari Sekretaris Kelompok Kerja Kehumasan (Pokja Humas) Sumut, Mirza Syahputra. Sosok muda ahli marketing ini mengaku sulit menerima sikap pemimpin yang kerap menyalahkan bawahan saat terbentur kegagalan.
“Yang kita pahami, kegagalan sebuah organisasi merupakan tanggungjawab pemimpin dalam organisasi tersebut. Sebab, keberhasilan sebuah organisasi amat bergantung pada kemampuan pemimpinnya memanajemen potensi bawahan. Kemampuan pemimpin dalam hal menempatkan manajer unit kerja di lapisan bawahnya, juga amat memengaruhi,” ulas sosok yang aktif berorganisasi untuk menyalurkan idealismenya dalam bermasyarakat ini, Rabu (23/3) di Medan.
Karena itu, Mirza-sapaan akrabnya-menegaskan rasa tidak simpatik terhadap sikap Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi. Menurutnya, tak salah pula jika kemudian dirinya menempatkan pepatah lama tersebut untuk menyimpulkan reaksi Gubernur Sumut atas penilaian buruk BPK terhadap kinerja Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Sumut.
“Itu seperti menepuk air di dulang, lalu tepercik muka sendiri,” tandasnya.
Dalam konteks menjalankan tanggungjawab pemerintahan, tukas Mirza pula, otoritas seorang gubernur atau kepala daerah dijamin konstitusi. Sebagaimana muatan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, seorang kepala daerah dapat menunjuk dan mengangkat aparatur sipil negara (ASN) untuk membantu menjalankan tugasnya.
“Dalam prinsip manajemen, ada istilah the right man on the right place. Tempatkanlah orang sesuai bidangnya, sesuai keahliannya. Nah, di Pemprov Sumut itu kan yang punya otoritas menunjuk dan melatik pejabat pada organisasi perangkat daerah (OPD) adalah Gubernur Sumut. Siapa itu? Kan Edy Rahmayadi sendiri. Kecuali kalau ada Gubernur Sumut ‘bayangan’ yang bisa mengintervensi dia dalam menempatkan pejabat pembantunya?” tukas Mirza.
Menutup kritiknya, Mirza menyampaikan seharusnya Gubernur Sumut tak perlu mengungkap ke publik kekesalannya terhadap bawahan. Terlebih, itu diiringi pula dengan ancaman akan mengganti pejabat di lingkup OPD tertentu.
“Bisa multitafsir nantinya. Bisa juga publik beranggapan itu merupakan jurus agar pejabat segera merapat. Supaya tak diganti, ya kan?” pungkasnya.
Diketahui, sejumlah media mengutip pidato Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi saat melantik pejabat eselon tiga dan empat di rumah dinasnya, Selasa (22/3). Saat itu, mengungkap bahwa BPK memberi penilaian buruk terhadap kinerja Pemprovsu yang berpotensi merugikan keuangan negara.
“Saya baru selesai rapat dengan BPK, begitu buruknya pekerjaan kita,” kata Edy dalam pidatonya di hadapan para pejabat yang dilantik.
“Persoalan masalah kinerja, ternyata oleh eselon tiga, eselon empat, yang pada akhirnya berpengaruh kepada finansial, merugikan uang negara. Merugikan uang rakyat,” ujarnya lagi.
Seusai pelantikan, Edy menegaskan kinerja ASN di Pemprov Sumut sangat lambat. Karena kinerja lambat itu, banyak anggaran yang harus dikembalikan ke kas negara (dalam bentuk sisa lebih penggunaan anggaran/silpa).
Edy mengatakan, Dinas Pendidikan Sumut yang paling disoroti oleh BPK. Menurutnya, pengelolaan uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak dilakukan dengan baik.
“Yang pasti jelek sekali kinerja, masalah uang DAK, DAU, BOS, dia buruk sekali,” tutur Edy.
Mantan Pangkostrad ini mengaku sudah meminta agar hal tersebut menjadi evaluasi. Dia mengancam akan mengganti seluruh pejabat di Dinas Pendidikan jika tidak mampu memperbaiki.
“Saya sudah perintahkan, ini segera evaluasi. Kalau perlu, satu dinas kita ganti semua, kalau memang harus,” tandasnya. (id)