MEDAN, Waspada News TV – Penilaian Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas kinerja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) khususnya Dinas Pendidikan membuat Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi ‘uring-uringan’, turut mendapat sorotan dari LSM Forum Masyarakat Pemantau Negara (Formapera).
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Formapera, Yudhistira (foto) menilai fakta itu harusnya bisa membuat Gubernur Sumut melakukan introspeksi diri atas kinerjanya selama menjabat 4 tahun terakhir.
“Harusnya Gubernur Sumut bercermin, kenapa BPK bisa menilai kinerja dijajarannya bisa dinilai sangat buruk? Coba tanya kepada diri sendiri, apa yang sudah dibuatnya selama menjadi orang nomor satu di provinsi ini?” tegas Yudhistira dalam rilis tertulisnya di Medan, Rabu (23/3).
Khusus untuk Dinas Pendidikan, lanjut pria yang akrab disapa Yudis ini, ia menilai sangat wajar dan pantas jika BPK menyorotinya karena jeleknya kinerja OPD tersebut.
“Bagi kami Formapera itu sangat wajar, karena kami nilai Gubernur Sumut terkesan asal dalam mendudukkan seorang pejabat di kursi basah dinas pendidikan yang kita ketahui sangat rentan korupsi dan kolusi,” paparnya.
Berdasarkan catatan Formapera, lanjut Yudis, indikasi pelanggaran hukum lewat penyelewengan wewenang di Disdik Sumut yang ujungnya merugikan keuangan negara sangat banyak. Apalagi menyangkut anggaran DAK, DAU dan BOS yang sudah menjadi rahasia umum.
“Salah satu contoh adalah kasus dugaan korupsi yang kini meyeret mantan Kepala SMA Negeri 8 Medan, Jongor Ranto Panjaitan sebagai terdakwa. Ini di zaman Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi lho kejadiannya. Catatan kami banyak lagi kasus serupa di SMA atau SMK sederajat terjadi. Seharusnya kejadian di SMAN 8 ini jadi momentum bagi Gubernur Sumut untuk membersihkan maling uang rakyat dari ranah pendidikan, bukan malah diungkap media atau aparat berwajib dulu baru kebakaran jenggot,” tegas Yudis.
Harusnya, lanjut pria berlatar belakang jurnalis ini, jika ada aduan atau laporan tentang dugaan penyelewengan dana BOS segera ditindaklanjuti dan ditinjau ulang proses pengangkatan kepala sekolah sebagai penanggung jawab dana BOS.
“Kuncinya, jangan segan atau jangan takut mengganti kepala sekolah dengan yang lebih bermoral dan memiliki integritas sehingga jargon Sumut Bermartabat itu tidak sekadar slogan,” tuturnya.
Lebih jauh, ia juga meminta Gubernur Sumut membeberkan secara transparan kepada khalayak kenapa Prof Wan Syaifudin mengundurkan diri dari kursi Kepala Dinas Pendidikan Sumut.
“Kalau cuma beliau mengaku ingin mengabdikan diri ke kampus sebagai home basenya, kok agak klise ya alasannya?. Harusnya sebelum dia menyatakan mundur, dia harus memaparkan apa saja pekerjaan yang selama ini dilakukannya dan proyek apa saja yang digelontorkannya beserta anggarannya. Misalnya saja apa tanggungjawab dia soal kelanjutan kampung beasiswa. Jangan main mundur saja terus lepas tanggungjawab. Bisa saja selama dia memimpin yang memunculkan sorotan BPK? Setiap asumsi kan sah saja saya rasa,” sebutnya.
“Kemudian rumor yang mengatakan selama ini ada pungli rotasi kepala sekolah. Sekalipun itu isu kan harusnya ini harus tetap diselidiki kebenarannya. Tapi kan ini tidak, setelah BPK menyoroti baru Gubsu sibuk mengancam mau mengganti semua jajaran di Disdik Sumut. Ini kan sama saja menepuk air di dulang terpercik muka sendiri,” pungkasnya.
Sebelumnya, Edy mengatakan Dinas Pendidikan Sumut yang paling disoroti oleh BPK. Menurutnya, pengelolaan uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak dilakukan dengan baik.
“Yang pasti jelek sekali kinerja, masalah uang DAK, DAU, BOS, dia buruk sekali,” tutur Edy.
“Dinas Pendidikan,” jawab Edy saat ditanya Dinas mana yang kerjanya paling buruk.
Mantan Pangkostrad itu mengaku sudah meminta agar hal ini menjadi evaluasi. Edy mengancam akan mengganti seluruh pejabat di Dinas Pendidikan jika tidak mampu memperbaiki hal ini.
“Saya sudah perintahkan, ini segera evaluasi. Kalau perlu, satu dinas kita ganti semua, kalau memang harus,” jelasnya. (id)