MEDAN, Waspada News TV – Manuver politik Edy Rahmayadi di penghujung masa baktinya sebagai Gubernur Sumatera Utara (Sumut) dipandang sebagai wujud kegelisahan.
“Jika memang dia memiliki kemampuan memimpin yang baik dan punya prestasi, pastinya partai politik akan meliriknya. Bukannya dia yang harus melakukan manuver politik, keliling minta dukungan. Ini seperti dia takut tak lagi dicalonkan pada Pilgub Sumut 2024 mendatang,” ujar pemerhati politik Idrus Djunaidi di Nam C kafe Medan, Jumat (11/3).
Edy sudah mendapatkan kesempatan lebih dari tiga tahun untuk menunjukkan prestasi. Sayangnya, sebut Idrus, sejauh ini nyaris tak ada komponen di Sumut yang menyimpulkan sosok mantan Pangkostrad itu sukses meningkatkan derajat hidup masyarakat.
“Kalau berprestasi, pastinya partai politik punya keyakinan penuh untuk mendukungnya kembali. Sama seperti keyakinan mereka saat mengusung Edy di Pilgub Sumut 2018 lalu,” tukas tokoh muda yang juga dikenal sebagai deklarator Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) di Sumut ini.
Diketahui, Edy Rahmayadi terang-terangan minta dukungan kepada PKS dan NasDem, saat kedua partai politik tersebut menggelar rapat kerja wilayah (rakerwil) di Sumut. Edy memanfaatkan kesempatan di podium, dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Sumut yang didaulat menyampaikan sambutan pada pembukaan rakerwil.
Selain meminta dukungan kedua partai politik tersebut, Idrus mencatat Edy Rahmayadi juga bermanuver dengan penuh harap bahwa Walikota Medan Bobby Nasution mau berpasangan dengannya di 2024. Bagi Idrus, manuver Edy ini merupakan sesuatu yang naif.
“Bayangkan, kepada media Edy mengatakan Kalau kami maju, siapa lawan? Ini naif. Sepertinya dia sudah mentalak tiga Ijeck (Wagub Sumut, H Musa Rajeckshah). Padahal mereka berdua masih punya tugas hingga 2023 mendatang,” tambah Idrus.
Meski masih memiliki waktu hingga 2023, Idrus mengaku tidak yakin Edy Rahmayadi bisa berbuat sedikit saja untuk mewujudkan janji kampanyenya, yakni Sumut Bermartabat. Itu disimpulkan berdasarkan operasi politik yang sudah dilakukan Edy saat ini.
“Bagaimana kita berharap dia bekerja lagi, jika sekarang saja sudah sibuk mikir 2024. Beda dengan Ijeck. Secara santun dia tetap menahan diri untuk bicara soal Pilgub Sumut mendatang. Padahal, Ijeck sekarang berposisi sebagai Ketua DPD Partai Golkar Sumut,” ungkapnya.
Lantas jika Ijeck maju di 2024, bagaimana peluangnya? Bukankah kegagalan Edy juga bisa dinilai sebagai kegagalan Ijeck, mengingat mereka menjanjikan hal yang sama saat Pilgub Sumut 2018?
Menanggapi ini, Idrus menyampaikan pemikiran berbeda. Berdasarkan Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sebutnya, sudah diatur bahwa wakil kepala daerah bertugas membantu kepala daerah.
“Nah, bagaimana jika kepala daerah tidak memberi porsi kepada wakilnya untuk membantu tugasnya? Fakta yang kita lihat begitu. Jadi, Ijeck sebenarnya tak berkaitan langsung dengan kegagalan Edy,” tukasnya.
Menurutnya, secara umum masyarakat Sumut masih memandang Ijeck sebagai sosok berkarisma. Masih sama seperti dulu, ketika Ijeck mampu mendongkrak suara untuk kemenangan Eramas di 2018. (id)